Sunday, September 28, 2014

Pagi di Wintaos

Pagi di Wintaos

Minggu, 23 Februari 2014
autor : Diah Widuretno

Pagi ini, saya bangun dengan perasaan senang. Ada 2 janji pertemuan dengan anak-anak komunitas di pagi ini. Jam 07.30-09.00 aku janji dengan kelompok anak-anak Wintaos. Dan jam 09.30-jam 11.00 janji dengan ‘calon’ kelompok di Waru, Desa Girisekar. aku gak tahu kenapa bisa merasa begitu senang hari ini. mungkin karena, adanya harapan untuk melanjutkan proses kegiatan bersama-sama anak-anak ‘lain’, menginisiasi komunitas yang berbeda, setelah kemunduranku dari sumbu. Ternyata, masih ada (banyak) anak-anak yang membutuhkan komunitas semacam sumbu. Artinya aku masih bisa terus melangkah, menginisiasi dan mengorganisir proses-proses pembelajaran seperti yang kulakukan di sumbu, di lokasi berbeda, dengan anak-anak yang berbeda dan memulai dari awal lagi. Menemani anakanak ini tumbuh dan berkembang, mempersiapkan diri mereka menyongsong hidup  adalah kebahagiaanku tersendiri. Membuat aku rela menempuh puluhan kilometer, di jalan berliku untuk bisa bertemu mereka.

Kali ini, Aku mengajak Oki untuk kegiatan ini. hari ini minggu, Oki libur sekolah. Aku dan Oki berangkat jam 06.45 WIB dari rumah. Setelah menyelesaikan kegiatan beres-beres rumah dan menyiapkan sarapan bagi Ama, Ara dan Ayah mereka yang kutinggal di rumah.

Kami menyusuri jalan-jalan diterpa udara yang dingin tapi segar. Semalam hujan, menghanyutkan abu vulkanik gunung kelud yang menyesakkan napas. Perjalanan kami melintasi 2 kabupaten (bantul, menuju gunungkidul), menembus hutan jati,perbukitan, jalan meliuk-liuk, naik turun, tikungan tajam. Karena sudah ratusan kali melintasi jalan ini, medan ini sudah cukup ku kenal baik. Sejam kemudian, jam 07.45 sampailah kami di rumah marsini di Wintaos, lokasi pertemuan kami hari ini.

Anak-anak ‘kader’ lain belum datang. Sambil menunggu, kami ngobrol banyak hal. Marsini cerita hasil tryoutnya. Menurutnya dari 2 kali hasil tryout, keduanya hasilnya kurang memuaskan. hal baiknya try out kedua hasilnya ada peningkatan, nilai lebih baik dibanding try out pertama. Kesibukan anak-anak kader (sebagian besar kader sekarang kelas 3 SMP) di bulan-bulan menjelang kelulusan ini sangat penuh. Senin sampai sabtu diisi dengan sekolah, belajar kelompok dan les sampai sore. Kesibukan ini sebagai persiapan jelang UAN dan aneka test kelulusan.

Marsini berharap, nilainya, pada tryout selanjutnya lebih bagus, oleh karena itu, dia dan teman-teman lain belajar sangat keras. Selain belajar mandiri di rumah, mereka juga belajar kelompok, saling mengajari antar teman, tentang bagian-bagian yang dirasa sulit. Marsini bilang banyak manfaat belajar kelompok.  Semangat marsini untuk bisa lulus dengan nilai yang layak, merupakan bagian dari perjuangannya untuk bisa melanjutkan ke SMK.

Marsini kini, adalah salah satu anak, yang menetapkan hati untuk menolak putus sekolah, seperti yang dialami oleh teman-teman dan generasi sebelum dia di wintaos. Marsini berani melawan ‘mainstreem’ di dusunnya, dia menolak dinikahkan dini atau bekerja sebagai buruh selepas SMP. Marsini berupaya meyakinkan orangtua untuk mendukungnya tetap sekolah. Beberapa tahun lalu orangtua marsini menolak dan menentang rencana dan keinginan marsini. Menurut orangtuanya, sekolah sampai SMP sudah sangat cukup. Orangtua ingin marsini bekerja setelah lulus SMP. Namun sejak kelas 1 smp, marsini gigih dan terus mengkomunikasikan keinginannya untuk terus sekolah. Selain itu dia berupaya menunjukkan aneka prestasi, baik di sekolah maupun di SSumbu Panguripan (saat itu). Berkat sering berlatih menulis di SSP, Marsini berhasil menjuarai lomba esay tingkat kec panggang, dan kabupaten Gunungkidul. Marsini juga menjadi pelajar teladan, duta anti narkoba. Di SSP marsini meraih juara 2 hasil evaluasi di SSP. Prestasi-prestasi tsb sengaja ‘diperjuangkan dan digunakan’ marsini untuk menunjukan kesungguhan atas keinginannya terus belajar dan sekolah.  Dan ternyata perjuangan marsini memnuahkan hasil. Sedikit demi sedikit marsini berhasil melembutkan dan melunakkan hati orangtuanya. Sampai pada masa dimana orangtua marsini mengizinkanya terus sekolah, walau mereka belum punya solusi untuk rencana biaya sekolah marsini. Namun tak patah arang, sekali lagi marsini menunjukkan tekatnya, agar dia tetap bisa sekolah, untuk urusan biaya, marsini bersedia bekerja ‘part time’ diluar jam sekolah. Ketika kutanya tentang cita-cita, Marsini ingin menjadi guru. Untuk mewujudkan cita-citanya dia harus tetap sekolah.

Teman-teman ‘kader’ lain telah datang, Arni, Karnati, Murni dan Harni datang. Setelah bercerita tentang kegiatan masing-masing, mereka juga cerita tentang hasil tryout masing-masing. Kesulitan yang dihadapi, juga upaya yang akan dilakukan untuk perbaikan hasil tryout kedepan.

Karnati juga bercerita tentang komunikasnya dengan orangtuanya terkait keinginannya melanjutkan ke SMK. Pada pertemuan-pertemuan kami sebelumnya, karnati bercerita, jika orangtuanya termasuk barisan orang tua yang kurang setuju jika anak mereka melanjutkan. Bagi mereka,para orangtua, sekolah sampai SMP sudah lah cukup. Lulus SMP waktunya ‘membalas budi ke orangtua’ dengan bekerja dan membantu ekonomi keluarga. Jika melanjutkan sekolah, beban orangtua justru tambah berat. Ongkos sekolah tidaklah murah. Tapi, pagi ini, sepertinya cerita karnati bernuansa lain. Perkembangan komunikasi panjangnya dengan orangtuanya, sampai pada tahap, mamak nya mulai mendukung rencananya untuk lanjut sekolah (SMK) meski bapak dan kang mas nya belum mau mendukung (karnati adalah bungsu dari 5 beraudara). Salah satu kangmas karnati bilang, “wong..aku mbiyen ora disekolahke, lha ngopo saiki aku kon mbantu cenil sekolah?” (cenil panggilan kecil karnati), sementara, bapak tidak berkomentar, hanya diam. Mamak hanya bilang, mau mengupayakan.

Murni datang paling akhir, mendengar cerita dari karnati,murni tersenyum, dan berkata, “ kalau saya ikut oki saja bu…” sambil tersenyum malu.  (maksud murni, dia ingin seperti oki, tinggal dengan saya dan bersekolah di jogja. Murni ingin sekolah di SMK 4 jurusan Boga). Beda dengan orangtua yang lain, orangtua murni, relative memberi kebebasan pada murni. Murni dibolehkan menentukan langkah nya setelah lulus SMP.

Selanjutnya, kami membahas tentang rencana kami selanjutnya,  kegiatan regular akan dilakukan dan disusun jadwalnya. Mencari waktu-waktu sela diantara kepadatan les dan belajar kelompok jelang UAN. Kami bersepakat untuk mendukung  komunitas kami yang baru ini, walau belum ada nama. Yang terpenting adalah anak-anak remaja ini siap untuk menjadi kader dan sharing memfasilitasi.



0 comments:

Post a Comment