Pagi di Wintaos
Pagi di Wintaos
Minggu, 23 Februari 2014
autor : Diah Widuretno
Pagi ini, saya bangun dengan perasaan senang.Ada 2 janji pertemuan dengan
anak-anak komunitas di pagi ini. Jam 07.30-09.00 aku janji dengan kelompok
anak-anak Wintaos. Dan jam 09.30-jam 11.00 janji dengan ‘calon’ kelompok di
Waru, Desa Girisekar. aku gak tahu kenapa bisa merasa begitu senang hari ini.
mungkin karena, adanya harapan untuk melanjutkan proses kegiatan bersama-sama
anak-anak ‘lain’, menginisiasi komunitas yang berbeda, setelah kemunduranku
dari sumbu. Ternyata, masih ada (banyak) anak-anak yang membutuhkan komunitas
semacam sumbu. Artinya aku masih bisa terus melangkah, menginisiasi dan mengorganisir
proses-proses pembelajaran seperti yang kulakukan di sumbu, di lokasi berbeda,
dengan anak-anak yang berbeda dan memulai dari awal lagi. Menemani anakanak ini
tumbuh dan berkembang, mempersiapkan diri mereka menyongsong hidup adalah kebahagiaanku tersendiri. Membuat aku
rela menempuh puluhan kilometer, di jalan berliku untuk bisa bertemu mereka.
Minggu, 23 Februari 2014
autor : Diah Widuretno
Pagi ini, saya bangun dengan perasaan senang.
Kali ini, Aku mengajak Oki untuk kegiatan ini. hari ini
minggu, Oki libur sekolah. Aku dan Oki berangkat jam 06.45 WIB dari rumah.
Setelah menyelesaikan kegiatan beres-beres rumah dan menyiapkan sarapan bagi Ama, Ara dan Ayah mereka yang kutinggal di rumah.
Kami menyusuri jalan-jalan diterpa udara yang dingin tapi
segar. Semalam hujan, menghanyutkan abu vulkanik gunung kelud yang menyesakkan
napas. Perjalanan kami melintasi 2 kabupaten (bantul, menuju gunungkidul),
menembus hutan jati,perbukitan, jalan meliuk-liuk, naik turun, tikungan tajam.
Karena sudah ratusan kali melintasi jalan ini, medan ini sudah cukup ku kenal
baik. Sejam kemudian, jam 07.45 sampailah kami di rumah marsini di Wintaos,
lokasi pertemuan kami hari ini.
Anak-anak ‘kader’ lain belum datang. Sambil menunggu, kami
ngobrol banyak hal. Marsini cerita hasil tryoutnya. Menurutnya dari 2 kali
hasil tryout, keduanya hasilnya kurang memuaskan. hal baiknya try out kedua
hasilnya ada peningkatan, nilai lebih baik dibanding try out pertama. Kesibukan
anak-anak kader (sebagian besar kader sekarang kelas 3 SMP) di bulan-bulan
menjelang kelulusan ini sangat penuh. Senin sampai sabtu diisi dengan sekolah,
belajar kelompok dan les sampai sore. Kesibukan ini sebagai persiapan jelang
UAN dan aneka test kelulusan.
Marsini berharap, nilainya, pada tryout selanjutnya lebih
bagus, oleh karena itu, dia dan teman-teman lain belajar sangat keras. Selain
belajar mandiri di rumah, mereka juga belajar kelompok, saling mengajari antar
teman, tentang bagian-bagian yang dirasa sulit. Marsini bilang banyak manfaat
belajar kelompok. Semangat marsini untuk
bisa lulus dengan nilai yang layak, merupakan bagian dari perjuangannya untuk
bisa melanjutkan ke SMK.
Marsini kini, adalah salah satu anak, yang menetapkan hati untuk
menolak putus sekolah, seperti yang dialami oleh teman-teman dan generasi
sebelum dia di wintaos. Marsini berani melawan ‘mainstreem’ di dusunnya, dia
menolak dinikahkan dini atau bekerja sebagai buruh selepas SMP. Marsini berupaya
meyakinkan orangtua untuk mendukungnya tetap sekolah. Beberapa tahun lalu
orangtua marsini menolak dan menentang rencana dan keinginan marsini. Menurut
orangtuanya, sekolah sampai SMP sudah sangat cukup. Orangtua ingin marsini
bekerja setelah lulus SMP. Namun sejak kelas 1 smp, marsini gigih dan terus
mengkomunikasikan keinginannya untuk terus sekolah. Selain itu dia berupaya
menunjukkan aneka prestasi, baik di sekolah maupun di SSumbu Panguripan (saat
itu). Berkat sering berlatih menulis di SSP, Marsini berhasil menjuarai lomba
esay tingkat kec panggang, dan kabupaten Gunungkidul. Marsini juga menjadi pelajar
teladan, duta anti narkoba. Di SSP marsini meraih juara 2 hasil evaluasi di SSP.
Prestasi-prestasi tsb sengaja ‘diperjuangkan dan digunakan’ marsini untuk
menunjukan kesungguhan atas keinginannya terus belajar dan sekolah. Dan ternyata perjuangan marsini memnuahkan
hasil. Sedikit demi sedikit marsini berhasil melembutkan dan melunakkan hati
orangtuanya. Sampai pada masa dimana orangtua marsini mengizinkanya terus
sekolah, walau mereka belum punya solusi untuk rencana biaya sekolah marsini. Namun
tak patah arang, sekali lagi marsini menunjukkan tekatnya, agar dia tetap bisa
sekolah, untuk urusan biaya, marsini bersedia bekerja ‘part time’ diluar jam
sekolah. Ketika kutanya tentang cita-cita, Marsini ingin menjadi guru. Untuk
mewujudkan cita-citanya dia harus tetap sekolah.
Teman-teman ‘kader’ lain telah datang, Arni, Karnati, Murni
dan Harni datang. Setelah bercerita tentang kegiatan masing-masing, mereka juga
cerita tentang hasil tryout masing-masing. Kesulitan yang dihadapi, juga upaya
yang akan dilakukan untuk perbaikan hasil tryout kedepan.
Karnati juga bercerita tentang komunikasnya dengan
orangtuanya terkait keinginannya melanjutkan ke SMK. Pada pertemuan-pertemuan
kami sebelumnya, karnati bercerita, jika orangtuanya termasuk barisan orang tua
yang kurang setuju jika anak mereka melanjutkan. Bagi mereka,para orangtua,
sekolah sampai SMP sudah lah cukup.
Lulus SMP waktunya ‘membalas budi ke orangtua’ dengan bekerja dan membantu ekonomi
keluarga. Jika melanjutkan sekolah, beban orangtua justru tambah berat. Ongkos
sekolah tidaklah murah. Tapi, pagi ini, sepertinya cerita karnati bernuansa
lain. Perkembangan komunikasi panjangnya dengan orangtuanya, sampai pada tahap,
mamak nya mulai mendukung rencananya untuk lanjut sekolah (SMK) meski bapak dan
kang mas nya belum mau mendukung (karnati adalah bungsu dari 5 beraudara). Salah
satu kangmas karnati bilang, “wong..aku
mbiyen ora disekolahke, lha ngopo saiki aku kon mbantu cenil sekolah?”
(cenil panggilan kecil karnati), sementara, bapak tidak berkomentar, hanya
diam. Mamak hanya bilang, mau mengupayakan.
Murni datang paling akhir, mendengar cerita dari
karnati,murni tersenyum, dan berkata, “ kalau
saya ikut oki saja bu…” sambil tersenyum malu. (maksud murni, dia ingin seperti oki, tinggal
dengan saya dan bersekolah di jogja. Murni ingin sekolah di SMK 4 jurusan
Boga). Beda dengan orangtua yang lain, orangtua murni, relative memberi
kebebasan pada murni. Murni dibolehkan menentukan langkah nya setelah lulus
SMP.
Selanjutnya, kami membahas tentang rencana kami
selanjutnya, kegiatan regular akan dilakukan
dan disusun jadwalnya. Mencari waktu-waktu sela diantara kepadatan les dan
belajar kelompok jelang UAN. Kami bersepakat untuk mendukung komunitas kami yang baru ini, walau belum ada
nama. Yang terpenting adalah anak-anak remaja ini siap untuk menjadi kader dan
sharing memfasilitasi.
0 comments:
Post a Comment